https://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/issue/feedIbnu Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan - Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara2025-07-16T11:40:56+07:00Ira Cinta Lestariiracinta.lestari@fk.uisu.ac.idOpen Journal Systems<p align="justify">Ibnu Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, is published by the Faculty of Medicine, Universitas Islam Sumatera Utara. It covers scientific disciplines in medicine, public health, and behavioral sciences. The journal is published twice a year, in <strong>January</strong> and <strong>July</strong>. Submitted manuscripts are initially reviewed by the editor and checked for plagiarism using a Plagiarism Checker application. The review process is conducted through a double-blind peer review system.</p>https://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/850PERAN PROFILAKSIS ANTIBIOTIK DALAM PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI: TINJAUAN SISTEMATIS2025-07-01T18:38:58+07:00Surya Maratua Horas Harahapsurya.martua@fk.uisu.ac.idAinun Basyiroh Lubissurya.martua@fk.uisu.ac.idMayang Sari Ayudr_mayang@yahoo.co.id<p>Profilaksis antibiotik praoperatif memiliki peran penting dalam mencegah infeksi situs bedah (SSI), yang dapat berkontribusi pada penurunan morbiditas, mortalitas, dan perpanjangan masa rawat inap. SSI sering terjadi pada pembedahan berisiko tinggi akibat kontaminasi bakteri. Tinjauan literatur sistematis ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas profilaksis antibiotik dalam mengurangi SSI dengan memilih antibiotik yang optimal. Tinjauan ini mengikuti pedoman PRISMA 2020, dengan menggunakan basis data seperti Scopus, PubMed, Google Scholar, dan ProQuest, serta fokus pada studi yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir. Uji klinis acak (RCT) dan studi non-acak dimasukkan. Tiga studi memenuhi kriteria inklusi. Satu studi menunjukkan bahwa bubuk vancomycin intrawound secara signifikan mengurangi SSI pada operasi tulang belakang. Studi lain melaporkan bahwa pemberian cephalexin dan metronidazol secara oral pascaoperasi mengurangi tingkat SSI pada wanita obes setelah operasi sesar. Studi ketiga menyimpulkan bahwa profilaksis antibiotik perioperatif sama efektifnya dengan profilaksis yang diperpanjang pada operasi maksilofasial, tanpa ada manfaat tambahan dari penggunaan yang lebih lama. Temuan ini menunjukkan bahwa profilaksis antibiotik efektif dalam mencegah SSI; namun, penggunaan yang lebih lama tidak selalu memberikan manfaat tambahan dan dapat meningkatkan risiko resistensi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan strategi profilaksis, dengan fokus pada uji klinis multisenter dan pengelolaan antibiotik yang bijaksana.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Surya Maratua Horas Harahap, Ainun Basyiroh Lubis, Mayang Sari Ayuhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/814ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA UNIT SPRAYING DI PT PAJ TAHUN 20232025-07-01T18:39:15+07:00Ramayanti Boru Simanjuntakramayantibs@gmail.comRatna Sari Putri Br Tariganramayantibs@gmail.comTety Junita Purbaramayantibs@gmail.comAlprindo Sembiringramayantibs@gmail.com<p class="Box-Ab"><span lang="IN">Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan langkah penting dalam mencegah risiko kecelakaan kerja, terutama di sektor konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan APD pada pekerja Unit Spraying di PT PAJ. Desain penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel terdiri dari 73 pekerja yang diambil secara <em>total sampling</em>. Data dianalisis menggunakan uji <em>chi-square </em>untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat. Hasil menunjukkan bahwa faktor masa kerja (PR = 13,471; p<0,001), pengetahuan (PR = 6,711; p=0,008), sikap (PR = 4,676; p=0,041), dan dorongan pimpinan (PR = 7,205; p=0,005) memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan penggunaan APD. Sebaliknya, faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, ketersediaan APD, dan dorongan rekan kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan. Masa kerja adalah faktor dominan yang memengaruhi kepatuhan. Penelitian ini merekomendasikan penguatan pelatihan, peningkatan ketersediaan APD, dan optimalisasi peran pimpinan untuk meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD.</span></p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Ramayanti Boru Simanjuntak, Ratna Sari Putri Br Tarigan, Tety Junita Purba, Alprindo Sembiringhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/815ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEJADIAN HEPATITIS B PADA TENAGA KESEHATAN DI RS GRANDMED LUBUK PAKAM2025-07-01T18:39:12+07:00Siska Anggreni Lubissiskaanggrenilbs@gmail.comPintata Sembiringsembiringpintata@gmail.comFirdaus Fahdidaus2966@gmail.comNur Mala Sarinurmala71@gmail.com<p>Hepatitis B adalah salah satu risiko infeksi utama bagi tenaga kesehatan akibat paparan darah dan cairan tubuh pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status vaksinasi, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan riwayat cedera jarum suntik terhadap kejadian hepatitis B di RS Grandmed Lubuk Pakam. Penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan desain <em>cross-sectional</em>, melibatkan 68 tenaga kesehatan melalui teknik total sampling. Data dianalisis menggunakan uji <em>chi-square</em> dan regresi logistik multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status vaksinasi hepatitis B memiliki hubungan signifikan dengan kejadian hepatitis B (p=0,005; OR=18,048). Penggunaan APD secara konsisten juga berpengaruh signifikan dalam menurunkan risiko infeksi (p=0,008; OR=0,064). Selain itu, riwayat cedera jarum suntik meningkatkan risiko infeksi hepatitis B secara signifikan (p=0,019; OR=10,867). Tenaga kesehatan yang tidak divaksinasi, tidak menggunakan APD, atau memiliki riwayat cedera jarum suntik memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi hepatitis B. Penelitian ini menegaskan pentingnya vaksinasi hepatitis B sebagai intervensi prioritas untuk melindungi tenaga kesehatan dari risiko infeksi. Selain itu, kepatuhan dalam penggunaan APD dan penerapan protokol pencegahan cedera jarum suntik harus menjadi bagian integral dalam sistem kesehatan nasional. Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat mendorong kebijakan kesehatan lokal maupun nasional untuk meningkatkan cakupan vaksinasi hepatitis B, memperkuat pengawasan penggunaan APD, serta memastikan ketersediaan alat keselamatan medis di fasilitas kesehatan</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Siska Anggreni Lubis, Pintata Sembiring, Firdaus Fahdi, Nur Mala Sarihttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/829HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI TERHADAP VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI MA TAHFIDZ ROKAN HULU2025-07-01T18:39:04+07:00Deni Syaifuldeni.syaiful2308@gmail.comBudi Kurniawanbudikurniawan@fk.uisu.ac.idAlamsyah Lukitoalamsyah.lukito@yahoo.comDian Afriandidian.afriandi@fk.uisu.ac.id<p>Keputihan, atau dalam istilah medis dikenal sebagai <em>fluor albus</em>, merupakan keluarnya cairan dari vagina selain darah haid. Keputihan bukanlah suatu penyakit, melainkan salah satu tanda dan gejala gangguan pada organ reproduksi. Keputihan dapat dicegah dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik serta benar dalam menjaga <em>vulva hygiene</em>. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap siswi terhadap <em>vulva hygiene</em> dengan kejadian keputihan di MA Tahfidz Rokan Hulu. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain <em>cross-sectional study</em>. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji <em>chi-square</em> atau uji alternatif <em>Fisher’s exact test</em>. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47,8% siswi memiliki pengetahuan yang baik, 97,1% memiliki sikap yang baik terhadap <em>vulva hygiene</em>, dan 85,5% mengalami keputihan. Uji statistik antara pengetahuan dan kejadian keputihan menghasilkan nilai <em>p-value</em> = 1,000 (p > 0,05), sedangkan uji statistik antara sikap dan kejadian keputihan menghasilkan nilai <em>p-value</em> = 0,271 (p > 0,05). Dengan demikian, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan maupun sikap siswi terhadap <em>vulva hygiene</em> dengan kejadian keputihan.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Deni Syaiful, Budi Kurniawan, Alamsyah Lukito, Dian Afriandihttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/864PENGARUH DAUN BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor) TERHADAP PERTUMBUHAN TULANG PADA TIKUS YANG MENGALAMI FRAKTUR FEMUR2025-07-01T18:38:50+07:00Reybka Cindy Sitorus Panesrilestariramadhaninasution@unprimdn.ac.idSri Lestari Ramadhani Nasutionsrilestariramadhaninasution@unprimdn.ac.idMuhammad Faridz Syahriansrilestariramadhaninasution@unprimdn.ac.id<p>Fraktur femur merupakan cedera traumatis serius yang memerlukan proses penyembuhan optimal. Penggunaan bahan-bahan alami dapat digunakan sebagai terapi komplementer dalam penyembuhan tulang. Salah satunya adalah daun bayam merah (<em>Amaranthus tricolor</em>) yang diketahui memiliki kandungan sejumlah senyawa bioaktif yang dapat mendukung regenerasi tulang. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak daun bayam merah terhadap jumlah <em>osteoblast</em> pada proses penyembuhan fraktur femur tikus galur Wistar. Penelitian eksperimental dengan desain <em>post-test only control group</em> ini menggunakan 12 tikus Wistar yang dibagi menjadi empat kelompok secara acak, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, kelompok perlakuan dosis rendah (35,5 mg/150g BB), dan kelompok dosis tinggi (70,8 mg/150g BB). Analisis data menggunakan <em>One-way ANOVA</em> dan uji <em>Post-Hoc Tukey</em>. Kelompok dosis tinggi ekstrak bayam merah (P2) menunjukkan jumlah <em>osteoblast</em> tertinggi (41,0 ± 6,24) dibandingkan kelompok lainnya, dengan perbedaan signifikan (p<0,05). Ekstrak etanol daun bayam merah terbukti signifikan meningkatkan jumlah osteoblast pada proses penyembuhan fraktur femur tikus, dengan dosis 70,8 mg/150g BB sebagai dosis paling efektif.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Reybka Cindy Sitorus Pane, Sri Lestari Ramadhani Nasution, Muhammad Faridz Syahrianhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/715HUBUNGAN LAMA SCREEN TIME DAN JARAK PANDANG PENGGUNAAN GADGET DENGAN KEJADIAN DRY EYE SYNDROME PADA SISWI KELAS 11 SMA NEGERI 1 GOWA DAN PESANTREN SULTAN HASANUDDIN2025-07-01T18:39:23+07:00Ulfah Rimayantirimayantiu@gmail.comIrma Yusfah Ningsihirmayusfaningsi2108@gmail.comMiswani Mukani Syuaibmiswani.tihar@gmail.comDarmawansyihdarmawansyih@uin-alauddin.ac.idDahlan Mdahlanmuhammad1954@gmail.com<p><em>Dry Eye Syndrome</em> (DES) adalah penyakit multifaktorial pada permukaan mata yang ditandai dengan hilangnya homeostasis lapisan air mata, di mana salah satu penyebabnya karena penggunaan <em>gadget</em> yang berlebihan. Prevalensi DES di dunia berkisar antara 4,4% hingga 50%, sedangkan di Indonesia mencapai 27,5% pada kelompok usia 17-35 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama <em>screen time</em> dan jarak pandang penggunaan <em>gadget</em> dengan kejadian DES pada siswi kelas 11 SMA Negeri 1 Gowa dan Pesantren Sultan Hasanuddin. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan <em>cross-sectional, </em>di mana subjek mengisi kuesioner <em>Ocular Surface Disease Index</em> (OSDI) dan <em>daily log</em>. Pemeriksaan objektif dilakukan dengan tes Schirmer untuk menilai tanda DES. Dari penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang lemah dan bermakna antara lama <em>screen time</em> dan tes Schirmer (r=0.358 dan <em>P</em>=0.000), dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara <em>screen time</em> dan kuesioner OSDI (r=0.155 dan <em>P</em>= 0.076), serta jarak pandang penggunaan <em>gadget</em> dan kejadian DES (r=0.135 dan <em>P</em>=0.123 untuk OSDI; r=0.154 dan <em>P</em>=0.077 untuk tes Schirmer). Semakin lama <em>screen time,</em> semakin tinggi angka kejadian DES. Tidak terdapat hubungan antara jarak pandang dengan kejadian DES pada subjek.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Ulfah Rimayanti, Irma Yusfah Ningsih, Miswani Mukani Syuaib, Darmawansyih, Dahlan Mhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/828HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN PERILAKU SADARI DI SMAN 1 BATAHAN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA2025-07-01T18:39:06+07:00Dewi Yuni Astutydewiyuniastuty090603@gmail.comBudi Kurniawanbudikurniawan@fk.uisu.ac.idAuliaaulia.fuad.001@gmail.comDian Afriandidian.afriandi@fk.uisu.ac.id<p>Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di jaringan payudara dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Kurangnya pemahaman mengenai kanker payudara di kalangan wanita usia subur, termasuk remaja putri, menjadi perhatian serius. Deteksi dini melalui pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sangat penting, mengingat sekitar 85% kasus penyakit payudara pertama kali terdeteksi dengan metode ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja putri tentang kanker payudara dengan perilaku SADARI di SMAN 1 Batahan. Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan <em>cross-sectional</em>. Teknik pengambilan sampel menggunakan <em>total sampling</em> dengan jumlah 86 responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan uji <em>Chi-square</em>. Hasil penelitian menunjukkan 73,3% responden memiliki pengetahuan baik, 97,7% memiliki sikap positif, namun 97,7% tidak melakukan SADARI secara rutin. Uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku SADARI (p=0,069) maupun antara sikap dengan perilaku SADARI (p=0,954). Kesimpulannya, meskipun mayoritas remaja putri memiliki pengetahuan yang baik dan sikap positif terhadap kanker payudara, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik SADARI. Diperlukan edukasi yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran dan praktik SADARI guna mendukung deteksi dini kanker payudara.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dewi Yuni Astuty, Budi Kurniawan, Aulia, Dian Afriandihttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/853HUBUNGAN PERILAKU DAN KONDISI TIDAK AMAN TERHADAP KECELAKAAN KERJA PADA PENGEMUDI OJEK ONLINE KOMUNITAS GENT DI MEDAN2025-07-01T18:38:55+07:00Andry Simanullangtasyamanurung1105@gmail.comJohannes Bastira Gintingjohannes.bastira.jb@gmail.comBuenita Stasyamanurung1105@gmail.comYulia Fitrianilimyuliaf@gmail.comAnastasya Br Manurungtasyamanurung1105@gmail.com<p>Kecelakaan kerja pada pengemudi ojek <em>online</em> sering kali dipengaruhi oleh tindakan tidak aman (<em>unsafe action</em>) dan kondisi tidak aman (<em>unsafe condition</em>). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara <em>unsafe action</em>, seperti pelanggaran lampu merah, penggunaan lampu sein, penggunaan helm, penggunaan ponsel saat berkendara, kecepatan berlebihan, dan kelelahan, serta <em>unsafe condition</em>, seperti jalan berlubang dan kondisi kendaraan, terhadap kecelakaan kerja pengemudi ojek <em>online</em> komunitas <em>Great Rider</em> Medan <em>Team</em> (GENT) di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional, dengan melibatkan 46 responden yang dipilih menggunakan teknik total sampling. Data dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji <em>Chi-Square</em>, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi linear berganda metode enter. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa semua variabel yang diteliti memiliki hubungan signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja, termasuk pelanggaran lampu merah, penggunaan lampu sein, penggunaan helm, penggunaan ponsel, kecepatan berlebihan, kelelahan, jalan berlubang, dan kondisi kendaraan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pelanggaran lampu merah, penggunaan lampu sein, dan penggunaan ponsel saat berkendara merupakan faktor dominan yang memengaruhi kecelakaan kerja dengan <em>p-value</em> < 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan pentingnya kesadaran pengemudi terhadap keselamatan berlalu lintas, perbaikan kondisi jalan, dan perawatan kendaraan dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja. Disarankan adanya pelatihan keselamatan kerja serta peningkatan pengawasan bagi pengemudi ojek <em>online</em> untuk meminimalkan risiko kecelakaan.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Andry Simanullang, Johannes Bastira Ginting, Buenita S, Yulia Fitriani, Anastasya Br Manurunghttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/869HUBUNGAN BEBAN DAN STRESS KERJA PERAWAT DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DI IGD RS ROYAL PRIMA MEDAN2025-07-01T18:38:47+07:00Santy Deasy Siregarlidyaamalia1717@gmail.comHartonolidyaamalia1717@gmail.comLidya Amalialidyaamalia1717@gmail.comChika Putri Siswantolidyaamalia1717@gmail.com<p>Produktivitas perawat dapat dipengaruhi oleh tingkat stres dan beban yang mereka alami dalam pekerjaan . Stress dan beban yang berlangsung Dalam waktu yang lama dapat mengganggu kelancaran aktivitas kerja dan menurunkan tingkat produktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk melihat hubungan beban dan stres kerja perawat dengan produktivitas kerja di Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) Rumah Sakit Royal Prima Medan. Metode penelitian ini menggunakan metode cross s ectional dalam melakukan wawancara, observasi, dan pengisian kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan aplikasi SPSS dengan uji statistik menggunakan chi-square dengan tingkat signifikansi 0,05. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari seluruh perawat yang bekerja di IGD, dengan total sebanyak 30 orang. Hasilnya, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan produktivitas kerja perawat di IGD RS Royal Prima Medan dengan hasil <em>(p value= 0,000), </em>dan terdapat juga hubungan yang signifikan antara stres kerja dan produktivitas kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Royal Prima Medan dengan hasil <em>(p value=0,001).</em></p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Lidya Amalia, Santy Deasy Siregar, Hartono, Chika Putri Siswantohttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/844PENGARUH HIGIENITAS DAN SANITASI MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DIARE DI PUSKESMAS SIMPANG KIRI SUBULUSSALAM TAHUN 20242025-07-01T18:39:01+07:00Mutiah Az-Zahramutiahazzahra0603@icloud.comTiffani Tantina Lubistiffani.tantina@fk.uisu.ac.idMuhammad Budi Syahputrambudisyahputra18@gmail.comBambang Susantobams150488@gmail.com<p>Salah satu penyakit berbasis lingkungan adalah diare yang dapat disebabkan oleh buruknya sanitasi dan higienitas, perilaku hidup bersih dan sehat seperti kebiasaan cuci tangan, penggunaan air bersih dan penggunaan jamban sehat memengaruhi terjadinya diare. Kejadian diare di kota Subulussalam merupakan urutan tertinggi ke-5 di Provinsi Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh higienitas dan sanitasi masyarakat terhadap kejadian diare di Puskesmas Simpang Kiri Subulussalam tahun 2024. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain <em>cross sectional study</em>. Analisis penelitian menggunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji C<em>hi-Square</em> atau dengan uji <em>alternative fisher exact test</em>. Hasil penelitian menunjukkan 64% dari 100 responden penggunaan air tidak bersih, 55% penggunaan jamban tidak sehat, 65% memiliki kebiasaan mencuci tangan tidak baik dan 69% masyarakat mengalami diare. Hasil uji statistik antara penggunaan air bersih dengan kejadian diare didapatkan hasil <em>p- value</em> 0,047 (p<0,05), hasil uji statistik antara penggunaan jamban sehat dengan kejadian diare didapatkan hasil <em>p-value</em> 0,013 (p<0,005) dan hasil uji statistik antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare didapatkan hasil <em>p-value</em> 0,032 (p<0,05). Sehingga terdapat hubungan antara penggunaan air bersih, jamban sehat dan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Mutiah Az-Zahra, Tiffani Tantina Lubis, Muhammad Budi Syahputra, Bambang Susantohttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/870HIPERTENSI DAN PENINGKATAN KOLESTEROL TOTAL PADA KEJADIAN RETINOPATI DIABETIK2025-07-01T18:38:44+07:00Aida Balqisaidabalqis02@gmail.comErika Diana Risantiedr123@ums.ac.idSahilah Ermawatiaidabalqis02@gmail.comBusyraaidabalqis02@gmail.com<p>Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme dengan tanda adanya peningkatan kadar gula darah lebih dari normal yang terjadi secara kronis. Penyebab utama kebutaan baru pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah retinopati diabetik. Pada tahun 2020, retinopati diabetik memengaruhi sekitar 103 juta penderita diabetes melitus di seluruh dunia. Prevalensi retinopati diabetik di Indonesia sendiri mencapai 43,1% dengan angka <em>sight threatening</em> retinopati diabetik sebesar 26,1%. Hipertensi dan tingginya kolesterol total berkontribusi pada patogenesis terjadinya retinopati diabetik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan hipertensi dan peningkatan kolesterol total terhadap kejadian retinopati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian adalah <em>cross-sectional</em> yang dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel diambil menggunakan teknik <em>purposive sampling</em> dan mendapatkan hasil sejumlah 78 pasien diabetes melitus tipe 2. Data diperoleh dari data rekam medis pasien yang selanjutnya dianalisis menggunakan uji <em>Chi-Square</em> dengan software SPSS versi 25. Hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kadar kolesterol total berhubungan erat secara signifikan terhadap kejadian retinopati diabetik (p = 0,008), sedangkan hipertensi tidak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian retinopati diabetik (p = 0,614).</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Aida Balqis, Erika Diana Risanti, Sahilah Ermawati, Busyrahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/882PERBEDAAN KADAR ASPARTATE AMINOTRANSFERASE (AST) PADA SERUM YANG DISENTRIFUGASI DAN TIDAK DISENTRIFUGASI2025-07-01T18:38:37+07:00Nanda Engelina Afrilia Simamoramargarethahaiti@ukmc.ac.idMargareta Haitihaititasti@gmail.comMustika Sari H Hutabaratmargarethahaiti@ukmc.ac.id<p>Pada pemeriksaan kadar <em>aspartate aminotransferase</em> (AST) dalam darah, salah satu bahan pemeriksaan yang digunakan adalah serum. Untuk memperoleh serum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dilakukan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi (diendapkan). Serum tanpa sentrifugasi dapat digunakan sebagai upaya lain ketika disuatu laboratorium terdapat kendala pada sarana dan prasarana agar pemeriksaan AST dapat tetap dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar <em>aspartate aminotransferase</em> (AST) menggunakan serum yang disentrifugasi dan tidak disentrifugasi. Jenis penelitian ini adalah pre eksperiment dengan desain penelitian <em>Static-Group Comparison</em>. Penelitian dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM) Palembang. Subjek penelitian yang digunakan berjumlah 38 mahasiswa/i. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan metode total sampling. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah rata-rata kadar <em>aspartate aminotrasferase</em> (AST) pada serum disentrifugasi 26.76 U/L, rata-rata kadar <em>aspartate aminotrasferase</em> (AST) pada serum tidak disentrifugasi 27.14 U/L. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa kadar AST pada serum yang disentrifugasi tidak ada perbedaan yang bermakna dengan kadar AST pada serum tidak disentrifugasi p = 0.292 (p>0.05). Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan pemeriksaan terhadap analit lainnya.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Nanda Engelina Afrilia Simamora, Margareta Haiti, Mustika Sari H Hutabarathttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/886FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN COMPUTER VISION SYNDROME PADA SISWA-SISWI SMP PLUS AL-ASHRI2025-07-01T18:38:35+07:00Muhammad Syauqadmuhammad.syauqad@gmail.comUlfah Rimayantirimayantiu@gmail.comAndi Tihardimantoa.tihardimanto@uin-alauddin.ac.idAsrul Abdul Azisasrul.azis@uin-alauddin.ac.idArifuddin Ahmadarifuddin.ahmad@uin-alauddin.ac.id<p>Teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang semakin pesat telah memasuki tiap aspek kehidupan. Hampir 75% dari aktivitas harian seseorang meliputi penggunaan komputer. Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak yang cukup signifikan, terutama pada kegiatan pembelajaran sekolah yang beralih ke sistem pembelajaran daring dimana melibatkan penggunaan gadget. Hal ini menyebabkan intensitas penggunaan perangkat gadget meningkat sehingga memicu banyaknya keluhan mata akibat melihat layar gadget yang disebut <em>Computer Vision Syndrome </em>(CVS). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian CVS dengan menggunakan CVS-Q guna menilai gejala CVS dari pengguna gadget dan kuesioner perilaku penggunaan gadget guna mengetahui kebiasaan pengguna dalam memakai gadgetnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik observasional dengan desain cross-sectional dilakukan di SMP Plus Al-Ashri. Penelitian ini melibatkan 133 siswa yang dikelompokkan sesuai strata kelasnya. Analisis statistik digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian CVS, seperti umur, jenis kelamin, postur tubuh, pencahayaan lingkungan, kelembapan udara, durasi pemakaian, lama pemakaian, frekuensi pemakaian, dan jarak pandang. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan pada faktor durasi pemakaian dan kelembapan udara (p<0.05). Kesimpulannya, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kejadian CVS pada siswa-siswi SMP Plus Al-Ashri yakni faktor frekuensi pemakaian dan kelembapan udara.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Muhammad Syauqad, Ulfah Rimayanti, Andi Tihardimanto, Asrul Abdul Azis, Arifuddin Ahmadhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/805EFEKTIVITAS TABLET TAMBAH DARAH DALAM MENINGKATKAN KADAR HEMOBLOBIN PADA MAHASISWI PASCA-MENSTRUASI2025-07-01T18:39:18+07:00Arif Tirtanaatirtana89@gmail.comMargaretha Rereatirtana89@gmail.comIkrimah Nafilataatirtana89@gmail.com<p>Setiap wanita normalnya mendapati menstruasi setiap bulan. Ada sebagian wanita yang mengalami masalah akibat menstruasi yaitu kekurangan Hemoglobin (Hb), yang berakibat anemia. Masalah yang timbul karena anemia adalah Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai. Anemia juga dapat mengakibatkan daya tahan tubuh menurunkan prestasi belajar dan produktivitas kerja. Penelitian bertujuan untuk membuktikan tablet tambah darah (TTD) dapat meningkatkan Hb pada Mahasiswi pasca menstruasi. Jenis penelitian penelitian ini adalah Quasy Experiment dengan rancangan <em>one group pre-post design</em>. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah 36 orang menggunakan teknik <em>non probability sampling</em> yaitu dengan <em>purposive sampling.</em> Pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan pengukuran Hb otomatis. Semua data berdistribusi normal. Kadar Hb responden sebelum dilakukan intervensi rata-rata 10,96 gr/dl. Kadar Hb setelah intervensi menunjukkan bahwa rerata kadar Hb adalah 12,27 gr/dl. Kesimpulan, terdapat perbedaan kadar hemoglobin mahasiswi. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar hemoglobin pasca menstruasi sebelum dan sesudah pemberian TTD</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Arif Tirtana, Margaretha Rere, Ikrimah Nafilatahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/816HUBUNGAN LAMANYA PENGGUNAAN KB SUNTIK PROGESTIN TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI PADA WANITA USIA REPRODUKTIF DI PUSKESMAS KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 20242025-07-01T18:39:10+07:00Muhammad Agung Nugrohomuhammadagungnugroho04@gmail.comTiffani Tantina Lubistiffani.tantina@fk.uisu.ac.idAni Ariatianiariati@fk.uisu.ac.idAnna Yusriaannayusria88@gmail.com<p>Kontrasepsi merupakan metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan salah satunya dengan menggunakan KB suntik progestin. Metode ini telah terbukti efektif dalam mencegah kehamilan, tetapi juga dapat memiliki dampak terhadap siklus menstruasi wanita. Perubahan yang terjadi pada siklus menstruasi seperti keterlambatan, perdarahan tidak teratur, bahkan amenorhea. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dan didapatkan sebanyak 98 responden di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Uji yang digunakan adalah Chi-Square. Hasil penelitian didapatkan wanita usia subur yang menggunakan suntik KB progestin terbanyak pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 56 responden, kategori pendidikan terakhir SMA sebanyak 42 responden, lamanya penggunaan suntik KB terbanyak yaitu 12-24 bulan sebanyak 56 responden, serta responden terbanyak yang mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 69 responden. Dari analisis bivariat di uji Chi Square antara lamanya penggunaan KB suntik progestin dengan siklus menstruasi di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat yang didapatkan nilai signifikan (p) 0,00. yang artinya lebih kecil dari α = 0,05. Terdapat hubungan antara lamanya penggunaan KB suntik progestin dengan siklus menstruasi di Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat. </p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Muhammad Agung Nugroho, Tiffani Tantina Lubis, Ani Ariati, Anna Yusriahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/888ANALISA KEJADIAN MUAL MUNTAH PASCAOPERASI DENGAN ANESTESI UMUM DI RS PROF CHAIRUDDIN P. LUBIS USU2025-07-01T18:38:31+07:00Ester Lantika Ronauli Silaenesterlrsilaen@usu.ac.idKausalya Chandrasagarankausalyachandrasagaran@gmail.comM. Surya Husadasuryahusada03@gmail.comAndi Raga Gintingandi.gt@gmail.com<p>Mual dan muntah pascaoperasi, yang dikenal sebagai <em>Post Operative Nausea Vomiting</em> (PONV), merupakan komplikasi umum yang sering dikeluhkan pasien setelah menjalani pembedahan dengan anestesi umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis insidensi PONV pada pasien yang menerima anestesi umum di Rumah Sakit Prof. Chairuddin P. Lubis USU, Medan. Desain penelitian bersifat observasional analitik dengan pendekatan <em>cross-sectional</em>. Teknik pengambilan sampel menggunakan <em>purposive sampling</em> dengan jumlah sampel sebanyak 97 pasien. Instrumen yang digunakan adalah lembar penilaian PONV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,6% pasien mengalami PONV sebanyak 4–6 kali, 34,4% sebanyak 1–3 kali, dan 25,0% lebih dari 7 kali. Durasi operasi sebagian besar berkisar antara 60–90 menit, dengan anestesi umum intubasi endotrakeal (GA ETT) yang digunakan pada mayoritas kasus. Penggunaan GA ETT pada pembedahan berdurasi panjang berhubungan dengan risiko PONV yang lebih tinggi. Temuan ini menegaskan pentingnya pengembangan strategi pencegahan PONV yang lebih efektif. Anestesi umum dengan GA ETT pada operasi berdurasi panjang berkorelasi dengan risiko PONV yang lebih tinggi, diduga akibat akumulasi efek anestesi dan stimulasi refleks vagal. Temuan ini menegaskan perlunya strategi pencegahan PONV yang terarah.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Ester Lantika Ronauli Silaen, Kausalya Chandrasagaran, M. Surya Husada, Andi Raga Gintinghttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/746PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA CLAUDIN-4 PADA PREPARAT CELL BLOCK CAIRAN EFUSI PLEURA BERDASARKAN KATEGORI DIAGNOSTIK THE INTERNATIONAL SYSTEM FOR REPORTING SEROUS FLUID CYTOPATHOLOGY2025-07-01T18:39:21+07:00Dede Bisma Kuncaradede.bisma@fk.uisu.ac.idCausa Trisna Mariedinadede.bisma@fk.uisu.ac.idBettydede.bisma@fk.uisu.ac.idJoko S Lukitodede.bisma@fk.uisu.ac.idJessy Chrestelladede.bisma@fk.uisu.ac.id<p>Efusi pleura mencerminkan kondisi patologis seperti gangguan paru, pleura, sistemik, hingga keganasan. Pemeriksaan sitologi dan imunohistokimia (IHK) cairan efusi pleura bertujuan untuk menilai keterlibatan pleura terhadap metastasis dan meningkatkan ketepatan diagnosis serta penilaian prognostik. Claudin-4, protein transmembran, diketahui terekspresi secara konsisten pada adenokarsinoma metastatik. Penelitian ini bertujuan mengetahui ekspresi IHK Claudin-4 pada sediaan <em>cell block</em> cairan efusi pleura berdasarkan <em>The International System for Reporting Serous Fluid Cytopathology.</em> Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang terhadap 49 sampel cairan efusi pleura yang diproses menjadi cell block, kemudian dilakukan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan IHK Claudin-4 di RS Pendidikan Prof. dr. Chairuddin Panusunan Lubis USU. Hasil menunjukkan kelompok usia terbanyak 41–50 tahun (32,65%), laki-laki lebih banyak (55,10%), cairan transudat (57,14%), dan volume efusi 11–20 mL (30,61%). Diagnosis sitologi terbanyak adalah kategori NFM (85,72%) dan MAL (14,28%). Ekspresi Claudin-4 positif ditemukan pada seluruh sampel kategori MAL (7/7) dan negatif pada kategori NFM (42/42). Simpulan: Ekspresi Claudin-4 positif pada semua kasus MAL dan negatif pada NFM, menunjukkan potensi Claudin-4 sebagai penanda diagnostik untuk efusi pleura maligna.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dede Bisma Kuncara, Causa Trisna Mariedina, Betty, Joko S Lukito, Jessy Chrestellahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/918HUBUNGAN BBLR DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS GEBANG, KABUPATEN LANGKAT2025-07-01T18:38:23+07:00Agnes Ribka Theresyatheresyaagnesh@gmail.com<p><em>Stunting </em>merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka panjang, yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak, ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dari standar usianya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan kejadian stunting pada balita di Puskesmas Gebang, Kabupaten Langkat. Penelitian ini menggunakan desain <em>cross-sectional</em> dengan jumlah sampel 30 balita yang dipilih melalui <em>total sampling</em>. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji <em>Fisher’s Exact Test</em>. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki pendidikan terakhir SMA (46,7%), sebanyak 53,3% balita mengalami BBLR, dan 66,7% mengalami stunting. Hasil uji Fisher menunjukkan nilai signifikansi 0,019 (p < 0,05), yang menandakan adanya hubungan signifikan antara BBLR dan kejadian <em>stunting</em>. Nilai <em>Odds Ratio</em> (OR) sebesar 9,333 menunjukkan bahwa balita dengan BBLR memiliki risiko 9,3 kali lebih tinggi mengalami <em>stunting</em> dibandingkan balita dengan berat badan lahir normal. Kesimpulannya, BBLR merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian <em>stunting</em> pada balita, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan sejak masa kehamilan.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Agnes Ribka Theresyahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/913PERAN RASIO LACTATE DEHIDROGINASE DAN LIMFOSIT SEBAGAI PENANDA EFUSI PLEURA MALIGNANSI2025-07-01T18:38:26+07:00Rouly Pola PasaribuRouly.pola.pasaribu@gmail.comLia DamayantiRouly.pola.pasaribu@gmail.com<p><strong>Pendahuluan:</strong> Efusi pleura merupakan salah satugejala dari patologi yang mendasarinya. Pemeriksaan biokimia yang umumnya dilakukan untuk membedakan patologi tersebut adalah kadar laktat dehydrogenase, adenosine deaminase, dan limfosit. <strong>Tujuan:</strong> mengevaluasi penggunaan rasio LDH cairan pleura/limfosit dalam cairan pleura sebagai parameter baru untuk membedakan antara efusi pleura maligna dan bukan. <strong>Metode:</strong> Penelitian <em>cross sectional</em> di RSUP Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang menggunakan rekam medis. Pasien dewasa dengan diagnosa efusi pleura eksudatif yang dilakukan pemeriksaan analisa cairan pleura libatkan dalam penelitian ini. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji T tidak berpasangan atau uji <em>Mann Whitney U</em>. <strong>Hasil:</strong> Penelitian ini melibatkan 206 pasien, dimana 43,21% didiagnosis dengan efusi pleura non-malignansi, sedangkan 56,79% dengan efusi pleura malignansi. Pemeriksaan LDH cairan pleuradan limfosit cairan pleura menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok pasien dengan dan tanpa malignansi (LDH cairan pleurakelompok malignansi: 593,5 U/L [32 – 1.940] vs kelompok non-malignansi: 198 U/L [104 – 811], p < 0,001; limfosit kelompok non-malignansi: 87% [21-95] vs kelompok malignansi: 38% [30-93], p < 0,001). Rasio LDH cairan pleura terhadap limfosit juga menunjukkan perbedaan yang signifikan (kelompok malignansi: 15,18 [0,81-60,03] vs non-malignansi: 2,84 [1,15-22,87], p < 0,001). <strong>Kesimpulan:</strong> Terdapat perbedaan yang signifikan antara LDH cairan pleura, limfosit cairan pleura, dan rasio antara kedua antara pasien dengan efusi pleura maligna dan non-maligna.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Rouly Pola Pasaribu, Lia Damayantihttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/930PREVALENCE AND CLINICAL CHARACTERISTICS OF ALLERGIC RHINITIS AMONG ASTHMATIC PATIENTS IN THE EMERGENCY DEPARTMENT OF A BHAYANGKARA BRIMOB HOSPITAL IN INDONESIA2025-07-01T18:38:17+07:00Mohammad Lukmanul Hakim Winugrohodesdiani@ymail.comAsri Ragil Kemuningdesdiani@ymail.comJetty Rusmajatidesdiani@ymail.comDesdianidesdiani@ymail.com<p><strong>Introduction:</strong> Asthma and allergic rhinitis frequently coexist. <strong>Objective:</strong> This study aims to characterize adult asthma patients who visited the emergency department (ED) and had allergic rhinitis between June 2023 and December 2024 at Bhayangkara Hospital, Depok City, West Java. <strong>Methods:</strong> This retrospective study analyzed 144 asthma patients who visited the ED during the specified period. The cohort included 89 females and 55 males. Diagnoses of bronchial Asthma and allergic rhinitis were confirmed through clinical history and physical examination by the attending physician, and all data is obtained from the patient's medical records. <strong>Results:</strong> Among the study population, 66.66% had coexisting asthma and allergic rhinitis. The majority were female and aged between 18 and 44 years. Chest X-rays revealed no significant abnormalities. Asthma prevalence was higher in females (61.8%) than males (38.19%), with a mean age of 32.53 years. A history of atopy, encompassing conditions like eczema, food allergies, and eye inflammation, was prevalent among 46.52% of patients. Smoking habits varied, with 74.3% being ex-smokers or non-smokers, while 25.69% were current smokers. Passive smoke exposure was noted in 37.5%, and 7.63% had exposure to biomass fuel. About 88.19% of emergency patients visits were classified as moderate asthma attacks, with 66.93% of these patients also having allergic rhinitis. Severe asthma attacks occurred in 11.8% of cases, with 58.82% of these patients also suffering from allergic rhinitis<strong>. Conclusions:</strong> The high prevalence of allergic rhinitis among asthma patients emphasizes the necessity of early diagnosis and good management to optimize patient outcomes.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Mohammad Lukmanul Hakim Winugroho, Asri Ragil Kemuning, Jetty Rusmajati, Desdianihttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/924HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA2025-07-01T18:38:20+07:00Muhammad Rachman Nugrohoarman15nugroho@gmail.comYuda Nabella Prameswariyuda.nabella@untirta.ac.idRukman Abdullaharman15nugroho@gmail.com<p>Stres merupakan respon psikologis dan fisiologis yang dapat memengaruhi komposisi tubuh, termasuk persentase lemak tubuh sebagai indikator risiko penyakit metabolik. Mahasiswa kedokteran yang rentan terhadap stres tinggi berpotensi mengalami peningkatan persentase lemak tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan persentase lemak tubuh pada mahasiswa kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan pendekatan <em>cross-sectional</em>. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling, dengan total 98 responden dari mahasiswa aktif Program Studi Kedokteran, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner <em>Perceived Stress Scale</em> yang disebarkan melalui <em>Google Forms</em>, sedangkan persentase lemak tubuh diukur dengan metode <em>Bioelectrical Impedance Analysis</em>. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik <em>chi-square</em>. Hasil penelitian diperoleh data bahwa mayoritas responden berada pada tingkat stres sedang (52%) dan memiliki persentase lemak tubuh dalam kategori tinggi (53,1%). Analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dan persentase lemak tubuh (p < 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan dengan peningkatan persentase lemak tubuh pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh karena itu, pengelolaan stres yang efektif dapat meningkatkan kesehatan fisik mahasiswa, termasuk persentase lemak tubuh yang lebih optimal. Namun, hasil ini memiliki keterbatasan, karena hanya melibatkan satu institusi.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Muhammad Rachman Nugroho, Yuda Nabella Prameswari, Rukman Abdullahhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/923FAKTOR-FAKTOR RISIKO PENYAKIT MALARIA: STUDI KARAKTERISTIK, LINGKUNGAN DAN PERILAKU2025-07-02T20:41:42+07:00Rahmadani Sitepudrrsitepu@gmail.comIrnawati Marsaulinadrrsitepu@gmail.comNurmainidrrsitepu@gmail.comTaufik Ashardrrsitepu@gmail.com<p>Malaria masih menjadi masalah kesehatan global yang utama, terutama di Indonesia. World Malaria Report 2020 melaporkan terdapat 229 juta kasus dan 409.000 kematian akibat malaria. Di Indonesia, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, melaporkan 22 kasus (84%) pada tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko malaria di Kecamatan Kutambaru. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan sampel sebanyak 283 orang yang dipilih secara accidental sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat dengan menggunakan regresi logistik. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa pendidikan, pengetahuan, penerangan rumah, semak belukar, rumah berdinding kayu tanpa plafon, genangan air, rumah dekat kebun atau sungai, dan sering keluar rumah pada malam hari berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang dominan dengan nilai OR sebesar 5,766 yang mengindikasikan bahwa pengetahuan yang kurang baik berpengaruh besar terhadap kejadian malaria di Kutambaru. Kearifan lokal dapat dimanfaatkan dalam memberdayakan masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan kesehatan dengan melibatkan peran pelayanan kesehatan dan instansi pemerintah terkait khususnya di Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.</p>2025-07-02T17:30:10+07:00Copyright (c) 2025 Rahmadani Sitepu, Irnawati Marsaulina, Nurmaini, Taufik Asharhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/885KHASIAT KARDIOPROTEKTIF VIRGIN COCONUT OIL (VCO) PADA TIKUS YANG TERPAPAR ASAP ROKOK2025-07-04T03:09:32+07:00Saharnauli J. Verawaty Simorangkirsaharnauli@uhn.ac.idErvina Julien Sitanggangsaharnauli@uhn.ac.idAde Pryta Simaremaresaharnauli@uhn.ac.id<p>Para peneliti telah menghubungkan antioksidan dalam minyak kelapa murni (VCO) dengan peningkatan kesehatan; meskipun demikian, kemampuan kardioprotektif dan antioksidan VCO terhadap stres oksidatif yang disebabkan oleh kebiasaan merokok masih belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini meneliti mengenai efek kardioprotektif dan antioksidan VCO dalam kaitannya dengan kerusakan jaringan jantung. Tikus Wistar jantan yang berjumlah 24 ekor dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok 1 (kelompok kontrol) menerima pelet tikus; Kelompok 2 (kelompok kontrol positif) diberi diet dasar dan dipapar asap rokok; Kelompok 3 diberi asap rokok bersama dengan 0,45 ml VCO; Kelompok 4 diberi asap rokok ditambah 0,9 ml VCO. Analisis histologis jaringan jantung dilakukan setelah 28 hari pengobatan. Kelompok 2 menunjukkan tingkat kariolisis yang paling menonjol. Secara bersamaan, hasil dari kelompok pengobatan 3, menunjukkan sedikit kerusakan pada miosit jantung. Studi ini menunjukkan bahwa menghirup asap rokok dapat membahayakan jantung dan menegaskan efek kardioprotektif VCO terhadap kerusakan miokardium akibat asap rokok melalui pengurangan stres oksidatif.</p>2025-07-03T14:55:36+07:00Copyright (c) 2025 Saharnauli J. Verawaty Simorangkir, Ervina Julien Sitanggang, Ade Pryta Simaremarehttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/922KAJIAN EPIDEMIOLOGIS PERKEMBANGAN FISIK ANAK DAN REMAJA DI KECAMATAN ERIS, KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA: SEBUAH ANALISIS DATA2025-07-07T12:12:02+07:00Henry Palandenghenrypalandeng@unsrat.ac.idZwingly Porajowahenrypalandeng@unsrat.ac.idHerdy Munajanghenrypalandeng@unsrat.ac.id<p>Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator penting dalam pemantauan status gizi anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi IMT berdasarkan usia dalam populasi anak dan remaja di Pusat Pengembangan Anak (PPA) – 0204 Desa Watumea, Kecamatan Eris, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Metode penelitian menggunakan desain observasional deskriptif, dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menghitung IMT. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan rata-rata, median, standar deviasi, serta sebaran minimum dan maksimum IMT dalam populasi. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata IMT adalah 18.9 (SD = 2.4), dengan median 18.7, dan nilai minimum serta maksimum masing-masing 14.2 dan 24.8. Distribusi IMT menunjukkan tren peningkatan seiring bertambahnya usia, dengan variasi lebih besar pada kelompok usia remaja. Perempuan memiliki penyebaran IMT lebih luas dibandingkan laki-laki, yang mengindikasikan adanya perbedaan pola pertumbuhan. Temuan ini menekankan pentingnya intervensi berbasis komunitas dalam meningkatkan status gizi anak dan remaja, termasuk program edukasi gizi di sekolah, pemantauan IMT secara berkala, serta peningkatan aktivitas fisik untuk mencegah ketidakseimbangan status gizi dalam populasi.</p>2025-07-07T09:37:51+07:00Copyright (c) 2025 Henry Palandeng, Zwingly Porajowa, Herdy Munajanghttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/728HUBUNGAN ANTARA GEJALA KLINIS DENGAN JENIS HISTOPATOLOGI KARSINOMA NASOFARING DI RSUD WALED PERIODE TAHUN 2019-20232025-07-15T21:35:52+07:00Muhammad Akromusy Syaekhuakromusy31@gmail.comIsmi Cahyadiakromusy31@gmail.comYukke Nilla Permataakromusy31@gmail.com<p>Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu jenis kanker yang umum terjadi di Indonesia, dengan angka kejadian yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara gejala klinis dan jenis histopatologi KNF di RSUD Waled dalam periode 2019–2023. Metode yang digunakan adalah studi cross-sectional dengan pengumpulan data dari 62 rekam medis pasien. Analisis dilakukan menggunakan uji korelasi Spearman untuk menilai hubungan antara variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala klinis paling umum adalah pembesaran kelenjar getah bening (51,6%), sementara 77,4% pasien didiagnosis dengan karsinoma sel nonkeratinisasi yang tidak berdiferensiasi. Tidak ditemukan korelasi signifikan antara gejala klinis dan jenis histopatologi (p = 0,677). Kesimpulannya, gejala klinis tidak berhubungan secara signifikan dengan jenis histopatologi karsinoma nasofaring di RSUD Waled.</p>2025-07-15T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Muhammad Akromusy Syaekhu, Ismi Cahyadi, Yukke Nilla Permatahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/912HUBUNGAN FAKTOR MATERNAL DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN JUMLAH SERIAL CASTING PONSETI PADA PASIEN CLUBFOOT2025-07-16T11:40:56+07:00Nico Sutantonicsutanto@gmail.comOtman Siregarnicsutanto@gmail.comIman Dwi Winantonicsutanto@gmail.com<p>Clubfoot adalah kelainan kongenital yang dapat menyebabkan disabilitas jika tidak ditangani. Metode Ponseti merupakan terapi utama yang efektif, tetapi jumlah serial casting yang dibutuhkan bervariasi, dipengaruhi oleh faktor maternal dan sosioekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi jumlah serial casting Ponseti pada pasien clubfoot di RSUP H. Adam Malik Medan. Studi ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan 80 subjek yang didiagnosis clubfoot. Analisa menggunakan uji Fisher exact. Data dikumpulkan melalui wawancara dan rekam medis, kemudian dianalisis menggunakan uji <em>chi-square</em> dan regresi logistik. Rerata usia subjek penelitian adalah 29,05±35,11 bulan, dengan 57,5% laki-laki. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis transportasi yang digunakan pasien berhubungan signifikan dengan jumlah serial casting Ponseti (p=0,020). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor transportasi (p=0,011, PR=3,662) dan keluarga perokok (p=0,047, PR=2,774) merupakan faktor dominan yang memengaruhi jumlah serial casting Ponseti. Sementara itu, faktor lain seperti jenis kelamin, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan, dan kondisi ekonomi tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Faktor lingkungan, terutama akses transportasi dan kebiasaan merokok dalam keluarga, berperan dalam menentukan jumlah serial casting Ponseti. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan desain prospektif multicenter dengan variasi demografi yang lebih luas serta analisis lebih mendalam terhadap faktor transportasi dan kebiasaan merokok.</p>2025-07-16T11:07:02+07:00Copyright (c) 2025 Nico Sutanto, Otman Siregar, Iman Dwi Winantohttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/973HUBUNGAN DURASI KOMPLEKS QRS DENGAN KADAR NATRIUM DAN KALIUM PASIEN HEMODIALISIS2025-07-16T11:40:53+07:00Hendra Wana Nur'aminhendranuramin@ulm.ac.idAndhita Aprilianahendranuramin@ulm.ac.idFarhanaqilah Mazayahendranuramin@ulm.ac.idHijratun Nisahendranuramin@ulm.ac.id<p>Durasi kompleks QRS pada elektrokardiogram (EKG) mencerminkan kecepatan depolarisasi ventrikel dan dapat memanjang pada kondisi patologis seperti gangguan konduksi intraventrikular. Pasien penyakit ginjal kronik stadium akhir (PGK5D) yang menjalani hemodialisis memiliki risiko tinggi terhadap kelainan elektrolit dan komplikasi kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara durasi kompleks QRS dengan kadar natrium dan kalium pada pasien hemodialisis di RSUD Ulin Banjarmasin. Studi observasional ini melibatkan 304 pasien dengan data EKG dan elektrolit lengkap. Hasil menunjukkan 25 pasien (8,2%) memiliki durasi QRS ≥120 ms. Pasien dengan QRS memanjang memiliki usia lebih tua (p = 0,013) dan kadar kalium lebih tinggi (median 5,5 mEq/L, p < 0,001). Uji regresi logistik menunjukkan peningkatan risiko hiperkalemia lebih dari 5 kali (<em>Prevalence odds ratio </em>(POR) 5,63; IK 95%: 2,42–13,14) pada pasien dengan QRS ≥120 ms. Tidak ditemukan perbedaan bermakna kadar natrium (p = 0,29), meskipun cenderung lebih rendah pada kelompok dengan QRS memanjang. Temuan ini menegaskan pentingnya pemantauan EKG dan kadar elektrolit secara berkala sebagai skrining awal gangguan konduksi jantung pada pasien hemodialisis.</p>2025-07-16T11:10:37+07:00Copyright (c) 2025 Hendra Wana Nur'amin, Andhita Apriliana, Farhanaqilah Mazaya, Hijratun Nisahttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/896PENGENALAN BAHASA ASING PADA ANAK DENGAN GANGGUAN BICARA2025-07-01T18:38:29+07:00Dwi Hendriyanidwihendriani@gmail.comMuhammad Fadhlan La Tabarifadhlanlatabari@ymail.comAndi Nasirandinasir78@gmail.comNovia Nurinta Jayanti Saragihnovinurinta@gmail.comAgustiawanagustiawan.dr@gmail.com<p>Perkembangan merupakan penambahan struktur serta fungsi tubuh menjadi lebih kompleks, misalnya: gerak kasar, gerak halus, bicara, serta bahasa dan sosialisasi maupun kemandirian. Perkembangan merupakan merupakan hasil dari interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Bahasa merupakan bentuk komunikasi khas manusia yang mengikat kelompok sosial manusia. Bahasa menggunakan sinyal yang disetujui oleh suatu komunitas sosial (kata-kata dan kalimat) dalam sistem yang diatur oleh aturan untuk menyampaikan makna. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memberikan pengetahuan mengenai paparan bahasa asing pada anak dengan gangguan bicara dan bahasa.Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa anak dengan gangguan bahasa yang belajar bahasa kedua dapat mengejar ketertinggalan satu bahasa setelah paparan yang cukup untuk bahasa kedua. Anak ini mengikuti jalur perkembangan yang sama dan mencapai tingkat kemahiran bahasa yang sama dengan anak satu-bahasa dengan gangguan bahasa. Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan gangguan bahasa yang berusia lebih tua memiliki keunggulan kecepatan belajar dalam pengaturan yang diinstruksikan dan juga sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa anak dengan gangguan bahasa yang lebih tua mendapat manfaat dengan memulai belajar bahasa asing lebih lambat. Keuntungan usia yang lebih tua mungkin karena keterampilan kognitif mereka yang lebih berkembang dan kosakata bahasa ibu yang lebih banyak, sehingga dapat menerima informasi dengan lebih baik. Beberapa penelitian yang kami kumpulkan dapat menyingkirkan kekhawatiran orangtua untuk mengajarkan bahasa asing kepada anak dengan gangguan bicara.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Dwi Hendriyani, Muhammad Fadhlan La Tabari, Andi Nasir, Novia Nurinta Jayanti Saragih, Agustiawanhttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/876APAKAH PATAH TULANG DISERTAI PEMBENGKAKAN JARINGAN LUNAK DAPAT MENYEBABKAN PNEUMONIA YANG BERUJUNG KEMATIAN? 2025-07-01T18:38:41+07:00Mohammad Tegar Indrayanategar.indrayana@lecturer.unri.ac.idBima Diokta Alparisibimadiokta21@gmail.comRegina Trisya Arenjabimadiokta21@gmail.comNajmi Khairussyifabimadiokta21@gmail.comPatricia Dean Ully Marbunbimadiokta21@gmail.comShalsabila Ghaasani Amandabimadiokta21@gmail.comFadhlina Murhami Harahapbimadiokta21@gmail.com<p>Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pneumonia dapat menyebabkan kegagalan pernapasan yang berujung pada kematian mendadak jika tidak terdeteksi dan ditatalaksana dengan tepat. Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun ditemukan meninggal dunia di kamar tidurnya dengan dugaan awal kematian yang disebabkan karena cedera akibat perundungan. Pemeriksaan luar menunjukkan pembengkakan jaringan lunak dan fraktur tipis pada <em>os ulna proksimal dekstra</em>. Hasil autopsi mengungkap adanya cairan eksudatif di rongga pleura serta infiltrasi sel inflamasi pada jaringan paru. Analisis histopatologi dan laboratorium mendukung diagnosis pneumonia bakterialis sebagai penyebab utama kematian, serta tidak ditemukan cedera fatal yang berkontribusi langsung terhadap kematian. Kasus ini menegaskan pentingnya autopsi dalam menentukan penyebab pasti kematian, terutama pada kasus kematian mendadak tanpa riwayat medis yang jelas. Pemeriksaan forensik secara menyeluruh sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan interpretasi yang berimplikasi pada aspek medis dan hukum.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Mohammad Tegar Indrayana, Bima Diokta Alparisi, Regina Trisya Arenja, Najmi Khairussyifa, Patricia Dean Ully Marbun, Shalsabila Ghaasani Amanda, Fadhlina Murhami Harahaphttps://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina/article/view/863PENANGANAN PASIEN HIPERTENSI DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN GIGI2025-07-01T18:38:53+07:00Mellati Dian Utamidianyosi@umy.ac.idDian Yosi Arinawatidianyosi@umy.ac.id<p>Hipertensi merupakan penyakit kronis yang menyerang lebih dari satu miliar orang di dunia, menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) angka penyakit kronis hipertensi terus meningkat di Indonesia. Penyedia layanan kesehatan gigi berperan signifikan dalam menangani pasien hipertensi karena adanya interaksi antara obat antihipertensi dan obat yang digunakan dalam perawatan gigi. Studi ini membahas tentang penanganan pasien hipertensi dalam praktik kedokteran gigi. Seorang perempuan berusia 51 tahun berobat ke Rumah Sakit Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (RSGM UMY) selama dua tahun karena rasa tidak nyaman, terutama ketika mengunyah di sisi kiri. Meskipun pasien tersebut memiliki gigi palsu, ini adalah kunjungan pemeriksaan gigi pertamanya. Pasien alergi terhadap udang dan didiagnosis hipertensi setahun lalu, tetapi tidak menjalani pengobatan. Terdapat riwayat hipertensi dalam keluarganya, dan setelah pemeriksaan menyeluruh, beberapa perawatan gigi dilakukan. Tes laboratorium menunjukkan HDL pasien adalah 49 mg/dL (di bawah normal), sedangkan kolesterol total, LDL, dan trigliserida normal. HDL rendah dan trigliserida tinggi sering kali berkorelasi dengan tekanan darah tinggi. Pemeriksaan menyeluruh terhadap pasien hipertensi sangat penting untuk mencegah komplikasi dalam perawatan gigi.</p>2025-07-01T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Mellati Dian Utami, Dian Yosi Arinawati